Candi Sanggrahan, Peninggalan Majapahit di Tulungagung

Candi Sanggrahan

Candi Sanggrahan memiliki nama lain berupa Candi Cungkup. Peninggalan ini bercorak agama Budha. Lokasinya berada di Kecamatan Boyolangi Kabupaten Tulungagung. Bentuknya pun unik karena dibangun di atas pelataran dengan ketinggian sehingga tidak rata pada tanah di sekitarnya.

Lokasi dan Rute Perjalanan Candi Sanggrahan

Candi Sanggrahan
Source:https://www.google.com/maps/place/Candi+Sanggrahan/@-8.1159942,111.9147394,17z/data=!4m6!3m5!1s0x2e78e3da8fb6a947:0xdb2662f779899551!8m2!3d-8.1158774!4d111.9172392!16s%2Fg%2F1226mczt?hl=en

Bagi Anda yang tertarik untuk melihat salah satu situs sejarah di Tulungagung, maka bisa berkunjung ke candi di Tulungagung. Candi Sanggrahan ini berlokasi di Desa Sanggrahan, Kec. Boyolangu, Kab. Tulungagung. Menariknya termasuk ke dalam candi terbesar di kota marmer tersebut.

Candi Sanggrahan pun memiliki hubungan yang erat dengan kisah Gayatri. Hal ini karena lokasinya tidak jauh dari Candi Gayatri atau sebutan lainnya adalah Candi Boyolangu karena hanya berjarak 4 kilometer saja. Bangunan candi ini mempunyai luas antara panjang 12,6 meter dan lebar 9,05 meter.

Anda bisa menempuh perjalanan antara 10 hingga 15 menit dari pusah Kota Tulungagung. Area candi ini memang tidak seluas seperti Candi Penataran, Blitar. Namun kondisinya masih terawat sampai sekarang. Hal ini karena warga setempat ikut menjaganya dengan antusias pengunjung yang hadir.

Baca juga : Goa Selomangleng: Situs Peninggalan Majapahit di Tulungagung

Tujuan Utama Pembangunan Candi Sanggrahan

Source: https://tulungagungdaring.id/wp/wp-content/uploads/2018/02/A-2.jpg

Sebenarnya fungsi utama dari pembangunan Candi Sanggrahan masih belum diketahui secara pasti. Namun berdasarkan mitos candi tersebut, dulunya berguna sebagai tempat istirahat rombongan pembawa jenazah dari Gayatri. Mungkin saja Anda masih belum tahu siapa tokoh Gayatri tersebut.

Gayatri merupakan salah satu istri dari Raden Wijaya, sebagai pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus nenek Hayam Wuruk. Pembawa jenazah membawanya dari Keraton Majapahit untuk melakukan prosesi pembakaran di sebuah daerah sekitar wilayah Boyolangu.

Selanjutnya abu jenazah Gayatri pun disimpan di Boyolangu tepatnya di Candi Boyolangu atau Candi Gayatri. Lokasinya hanya sekitar 4 kilometer saja dari pusat Candi Sanggrahan. Cerita ini memang masih belum pasti namun berdasarkan mitos dari warga setempat dan kisah yang beredar.

Arsitektur dan Sejarah Pembangunan Candi Sanggrahan

Source: https://direktoripariwisata.id/imgunit/8295.jpg

Setiap candi tentunya memiliki sejarah tersendiri yang bisa Anda pelajari untuk memahami asal usul di baliknya. Begitupun pada Candi Sanggrahan di Tulungagung ini. Cerita di baliknya berhubungan dengan Kerajaan Majapahit pada tahun 1350 M silam. Berikut beberapa kisah peninggalannya:

1. Arsitektur Candi Sanggrahan

Sesuai pada ulasan di atas, Candi Sanggrahan merupakan candi yang berada di atas pelataran cukup tinggi. Hal ini menyebabkan permukaannya tidak rata dengan tanah sekitarnya. Tingginya halamannya sekitar 2,25 meter. Untuk mencegah terjadinya longsor, seluruh tepi sudah dipasang bata struktur.

Candi Sanggrahan memiliki bentuk bujur sangkar berukuran 9,06 x 9,06 meter. Terdiri dari atap, tubuh dan bangunan kakinya. Bagian kakinya memang sangat luas dan mempunyai ketinggian hingga dua meter. Selain itu ada dinding bergambarkan relief harimau. Sementara di tangga terdapat batu bekas gapura.

2. Struktur Bangunan Candi

Candi Sanggrahan terdiri dari beberapa bagian yakni tubuh candi, kaki dan batus. Ketiganya tersusun dari batuan andesit dan isian berupa batu bata. Sementara atapnya sudah runtuh sehingga saat ini pun Anda tidak bisa lagi menemukannya.

Candi Sanggrahan mempunyai tangga naik yang berada di bagian depan atau di barat. Selama Anda mengelilinginya, akan ada banyak relief mengisahkan cerita binatang di bagian kaki utara, selatan dan timur. Makna dari relief tersebut berhubungan dengan kisah Tantri di dalam agama Budha.

3. Arca Dhyani Buddha dan Relief Candi

Ahli sejarah yang pertama kali meneliti tentang keberadaan Candi Sanggrahan telah menemukan lima arca Dhyani Buddha namun tanpa bagian kepala. Beberapa peneliti juga menyebutkan bahwa latar belakang pembangunan candi ini adalah Budha karena berhubungan dengan kehidupan Raja Majapahit.

Daya tarik dari Candi Sanggrahan ini bisa Anda jumpai pada kaki candi di tingkat pertama karena terdapat relief berbentuk kancil memiliki telinga lebar. Selain itu ada juga singa saling berhadapan sebanyak 8 panil. Candi ini berhubungan dengan Candi Boyolangu karena hanya berjarak 3,9 meter.

3. Kisah Relief Harimau

Salah satu relief yang bisa Anda temukan pada Candi Sanggrahan adalah relief harimau di kaki candi. Relief ini mengisahkan tentang harimau tertipu oleh kambing. Alur cerita ini menjadi bagian dari kisah Tantri Kamandaka, prosa dari Jawa Kuno menceritakan tentang fabel atau hewan.

Tidak heran apabila banyak relief di Candi Sanggrahan yang berbentuk hewan. Pasalnya banyak dari peninggalan tersebut mengisahkan tentang fabel atau prosa Jawa Kuno dalam kategori Tantri Kamandaka. Namun sumber sejarahnya pun masih belum pasti hingga saat ini.

5. Sebagai Tempat Penyimpanan Abu dari Kerabat Raja Majapahit

Candi Sanggrahan merupakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pembangunan candi ini mulai pada tahun 1350 M. Awalnya merupakan tempat penyimpanan abu dari kerabat Raja Majapahit. Anda pun bisa melihat beberapa peninggalan lainnya tampak berserakan setelah mengalami pemugaran tahun 2015.

Ada sebuah tugu pemujaan di sebelah utara dan umpak. Apabila tanah di sekitarnya digali, maka dipercaya terdapat banyak gerabah kuno dari peninggalan masa lalu. Dulunya terdapat 6 buah patung Buddha namun pihak pengelola memilih untuk menyimpannya di rumah juru kunci karena khawatir adanya penjarahan.

6. Penelitian oleh J. Knebel

Sejarah dari Candi Sanggrahan sebenarnya belum muncul secara jelas. Namun para ahli sejarah secara samar-samar meneliti dengan istilah sanggrahan yang berhubungan dengan suatu kelompok pendeta, kata lainnya adalah wihara. Hal ini juga berkaitan pada temuan pondasi cukup luas sekitar Desa Sanggrahan.

Selain itu, N. J. Krom menyebut jika kajian mengenai Candi Sanggrahan pertama kali oleh J. Knebel. Beliau menemukan lima arca Dhyani Buddha namun bagian kepalanya sudah hilang. Selanjutnya di tahun 1915 hingga 1917 muncul beberapa peneliti lain seperti Oudheikundige Dienst dan Thomas Stanford.

Fungsi Candi Sanggrahan Saat Ini

Candi Sanggrahan
https://cdn.antaranews.com/cache/730×487/2015/05/3a731b16b6b8697a099e252b51d70a3c.jpg

Pihak pengelola Candi Sanggrahan menyebut bahwa masih ada beberapa orang yang sembahyang di sekitar candi tersebut meski jarang. Hanya warga setempat saja akan mengadakan acara selamatan saja khususnya sebelum mengadakan sebuah hajat. Ada juga anak-anak sedang berlatih pencak silat.

Candi ini pun sudah pernah mengalami pemugaran di tahun 2015 silam. Bangunan ini mendapat rekonstruksi seperti awal penemuan. Selain itu, bentuknya sendiri memang hampir mirip seperti Candi Rimbi di Kabupaten Jombang. Namun setelah pemugaran, beberapa relief justru tidak ada lagi.

Hal ini bisa terjadi karena tidak ada contoh dari relief asli di masa lampau. Tidak hanya untuk warga setempat, banyak juga wisatawan berkunjung khususnya pelajar TK dan SD. Mereka hadir guna mendapat edukasi dari lokasi wisata peninggalan sejarah tersebut. Begitupun penganut Budha juga masih merayakan di hari keagamaan.

Baca juga :  Situs Bersejarah Candi Rimbi Jombang, Peninggalan Kerajaan Majapahit

Itulah tadi sekilas informasi tentang Candi Sanggrahan yang ada di Kota Tulungagung. Sampai saat ini banyak warga setempat mendatanginya untuk tempat sembahyang. Sama halnya seperti penganut Budha kerapkali merayakan hari besar keagamaan mereka di candi tersebut.